ADA GAMBAR DI DINDING KALBUKU, SEBUAH NAMA YANG TERUKIR KUAT DI DINDING KEPASTIANKU, TIADA YANG LAIN SELAIN HANYA GAMBAR DIRIMU

Akal dan Agama Mana yang Mengatakan Ngebom Itu Jihad?!

Beberapa tahun yang silam pernah terjadi pengeboman dan perusakan di kota Riyadh, saat itulah Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr angkat suara, “Alangkah miripnya kata tadi malam dengan semalam. Sesungguhnya peristiwa pemboman dan perusakan di kota Riyadh dan senjata-senjata lain yang digunakan di kota Makkah maupun Madinah pada awal tahun ini (1424 H, sekitar tahun 2003) merupakan hasil rayuan setan yang berupa bentuk meremehkan atau berlebih-lebihan dalam beragama. Sejelek-jeleknya perbuatan yang dihiasi oleh setan adalah yang mengatakan bahwa pengeboman dan perusakan adalah bentuk jihad. Akal dan agama mana yang menyatakan membunuh jiwa, memerangi kaum muslimin, memerangi orang-orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin, membuat kekacauan, membuat wanita-wanita menjanda, menyebabkan anak-anak menjadi yatim, dan meluluhlantakkan bermacam bangunan sebagai jihad(?)”

Selanjutnya kita akan melihat berbagai ayat dan hadits yang menjelaskan bahwa syariat-syariat terdahulu juga menjelaskan hukuman keras terhadap pembunuhan. Juga akan dijelaskan pula mengenai bahaya akibat membunuh sesama muslim, hukum bunuh diri dan hukum membunuh orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin.

Beratnya Hukuman Pembunuhan Menurut Syariat Terdahulu

Allah Ta’ala berfirman mengenai kedua anak Adam yang saling membunuh,

فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.” (Qs. Al Maidah: 30)

Begitu pula hukuman keras bagi Bani Israel yang membunuh seorang manusia, Allah Ta’ala berfirman,

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. Al Maidah: 32)

Bahkan bagi anak Adam yang membunuh saudaranya, dia akan terus menanggung dosa orang-orang sesudahnya yang melakukan pembunuhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,

لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا . وَذَلِكَ لأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ

“Tiada pembunuhan yang terjadi karena kezhaliman melainkan anak Adam yang pertama (yakni Qabil) yang akan menanggung dosa pembunuhan tersebut karena dialah yang pertama kali melakukannya.” (HR. Bukhari no. 32 dan Muslim no. 1677)

Harga Darah Seorang Muslim

Membunuh seorang muslim adakalanya dengan cara yang dibenarkan dan adakalanya tidak demikian. Membunuh dengan cara yang dibenarkan adalah jika pembunuhan tersebut melalui qishash atau hukuman had. Sedangkan membunuh tidak dengan cara yang benar bisa saja secara sengaja atau pun tidak.

Mengenai pembunuhan dengan cara sengaja, Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An Nisa’: 93)

Begitu pula Allah menyebutkan siksaan yang begitu pedih dan berlipat-lipat dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا , يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا , إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al Furqan: 68-70)

Masalah darah adalah masalah antar sesama yang akan diselesaikan pertama kali di hari perhitungan nanti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِى الدِّمَاءِ

“Perkara yang pertama kali akan diperhitungkan antara sesama manusia pada hari kiamat nanti adalah dalam masalah darah.” (HR. Bukhari no. 6864 dan Muslim no. 1678)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا

“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan.” Kemudian ada yang mengatakan, “Wahai Rasulullah, apa dosa-dosa tersebut? ” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan (di antaranya), “Berbuat syirik, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa jalan yang benar, memakan hasil riba …” (HR. Bukhari no. 6857 dan Muslim no. 89)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

“Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbutuhnya seorang muslim.” (HR. Muslim, An Nasa’i dan At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2439, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اِشْتَرَكُوْا فِي دَمِّ مُؤْمِنٍ لَأَكَّبَهُمُ اللهُ فِي النَّارِ

“Seandainya penduduk langit dan bumi bersekongkol untuk membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan menelungkupkan mereka ke dalam neraka.” (HR. At Tirmidzi. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2442, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi)

Dari ‘Ubadah bin Ash Shoomit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا فَاغْتَبَطَ بِقَتْلِهِ لَمْ يَقْبَلِ اللهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً

“Barangsiapa membunuh seorang mukmin lalu dia bergembira dengan pembunuhan tersebut, maka Allah tidak akan menerima amalan sunnah juga amalan wajibnya.” (HR. Abu Daud. Shahih At Targhib wa At Tarhib no.2450, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, 6/252)

Adapun untuk pembunuhan terhadap seorang mukmin secara tidak sengaja, maka Allah telah memerintahkan untuk membayar diat dan kafarat. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tidak sengaja, dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tidak sengaja (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An Nisaa’: 92)

Balasan bagi Seorang Muslim yang Bunuh Diri

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا , وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. An Nisa’: 29-30)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَىْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Contohnya adalah orang yang mati bunuh diri karena mencekik lehernya sendiri atau mati karena menusuk dirinya dengan benda tajam. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الَّذِى يَخْنُقُ نَفْسَهُ يَخْنُقُهَا فِى النَّارِ ، وَالَّذِى يَطْعُنُهَا يَطْعُنُهَا فِى النَّارِ

“Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula di neraka. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara menusuk dirinya dengan benda tajam, maka di neraka dia akan menusuk dirinya pula dengan cara itu.” (HR. Bukhari no. 1365)

Hukum Membunuh Orang Kafir

Orang-orang kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan:

  1. Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin)
  2. Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati)
  3. Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin).

Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh diperangi.

Berikut kami tunjukkan beberapa dalil yang menunjukkan haramnya membunuh tiga golongan kafir di atas secara sengaja.

[Larangan membunuh Kafir Dzimmi yang telah menunaikan jizyah]

Allah Ta’ala berfirman,

قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (Qs. At Taubah: 29)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. “ (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

[Larangan membunuh Kafir Mu'ahad yang telah membuat kesepakatan untuk tidak berperang]

Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

[Larangan Membunuh Kafir Musta'man yang telah mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin]

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْلَمُونَ

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (Qs. At Taubah: 6)

Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذِمَّةُ الْمُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ

“Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun).” (HR. Bukhari dan Muslim)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmah dalam hadits di atas adalah jaminam keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (Syarh Muslim, 5/34)

Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An Nisaa’: 92)

Setan Akan Merasuk Melalui Dua Pintu

Pada dasarnya setan akan merasuk ke dalam tubuh seorang muslim melalui dua pintu, dengan maksud membujuk dan menyesatkan mereka.

Pintu pertama, ditemukan pada orang yang sering lalai dan gemar berbuat maksiat. Setan akan memasukinya melalui pintu maksiat dan syahwat. Setan akan menghiasi manusia melalui jalan ini sehingga mereka akan semakin jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.

Pintu kedua, ditemukan pada orang yang taat beragama lagi ahli ibadah. Setan akan memasukinya melalui pintu bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama dan sikap melampaui batas. Setan akan menghiasinya bahwa perbuatan ghuluw yang dia lakukan adalah baik, dengan tujuan agar agamanya rusak.

Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mencela perbuatan ghuluw sebagaimana yang menimpa ahli kitab. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (Qs. An Nisa’: 171)

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَ الغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ

“Jauhilah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama karena penyebab hancurnya umat-umat sebelum kalian adalah karena ghuluw dalam beragama.” (HR. Al Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Memperturutkan Hawa Nafsu dan Mengikuti Ayat yang Masih Samar

Di antara bentuk tipu daya setan untuk orang-orang yang selalu bertindak ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama adalah setan menghiasi mereka agar memperturutkan hawa nafsu. Mereka akhirnya salah dalam beragama dan enggan bertanya pada para ulama. Oleh karena itu, mereka tidak memperoleh ilmu dan keyakinan yang benar serta jauh dari petunjuk para ulama sehingga mereka tetap berada dalam kesesatan dan tertipu oleh bujuk rayu setan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ كَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ

“Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya?” (Qs. Muhammad: 14)

Allah Ta’ala juga berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya.” (Qs. Ali Imran: 7)

Syeikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di -rahimahullah- menjelaskan, “Yang dimaksud ayat muhkam di sini adalah ayat yang jelas maknanya, tidak ada di dalamnya kesamaran dan kerancuan. Dan ayat muhkam inilah tempat rujukan bagi ayat-ayat yang masih samar (mutasyabih). Ayat muhkam inilah yang mendominasi dan paling banyak dalam Al Qur’an.”

Lalu Syeikh As Sa’di –semoga Allah selalu merahmati beliau- menjelaskan pula, “Di antara ayat-ayat Al Qur’an juga ada yang mutasyabih (masih samar). Kesamaran ini terjadi pada kebanyakan orang karena masih mujmal (global)-nya ayat tersebut. Atau mungkin tertangkap pada sebagian benak orang, namun bukan makna tersebut yang dimaksudkan.

Ringkasnya, dalam Al Qur’an ada ayat-ayat yang bersifat muhkam, jelas maknanya bagi setiap orang. Namun ada pula ayat yang masih samar bagi sebagian orang. Maka wajib bagi setiap muslim untuk membawa ayat-ayat mutasyabih (yang masih samar) kepada ayat-ayat yang muhkam (yang sudah jelas maknanya). Jika jalan seperti ini yang ditempuh, maka setiap ayat akan saling menjelaskan satu dan lainnya, sehingga tidak mungkin ada ayat-ayat yang saling bertentangan.”

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat di atas, beliau pun bersabda,

فَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ، فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ ، فَاحْذَرُوهُمْ

“Jika engkau melihat ada orang yang mengikuti hal yang masih samar (mutasyabih), inilah orang-orang yang Allah sebut telah menyimpang. Oleh karena itu, waspadalah terhadap orang-orang semacam itu.” (HR. Bukhari no. 4547 dan Muslim no. 2665)

Agar mendapat petunjuk, kembalilah pada ulama. Hal ini dibuktikan pada kisah 2000 orang Khawarij yang mengikuti petunjuk orang yang berilmu yakni Ibnu ‘Abbas sehingga mereka pun selamat dan sisanya yang tidak mau mengikuti akhirnya ditumpas karena berpaham sesat. Jadi dengan ilmu dan mau mengikuti arahan para ulama, itulah yang akan membuat setiap muslim terselamatkan dari kejahatan dan musibah.

Allah Ta’ala sendiri telah memerintahkan kita untuk bertanya pada orang yang berilmu jika kita tidak mengetahui, di antara contohnya adalah kita meminta penjelasan mereka mengenai ayat yang masih samar di benak kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. An Nahl: 43)

Penutup

Hendaklah setiap muslim merasa takut kepada Allah apalagi dalam masalah darah seorang muslim dan masalah orang yang tidak pantas ditumpahkan darahnya.

فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Qs. Al Baqarah: 24)

Rujukan:

  1. Biayyi ‘Aqlin wa Diinin Yakuunu At Tafjiiru wa At Tadmiiru Jihaadan [?], Syeikh Abdul Muhsin bin Hamad Al Abbad Al Badr, http://islamspirit.com
  2. Shahih At Targhib wa At Tarhib, Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Ma’arif – Riyadh
  3. Syarh Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam
  4. Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsiri Kalamil Mannan, Syeikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah

TERORISME BUKAN JIHAD

Terorisme adalah perbuatan terkutuk yang tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Saat terjadi pengeboman di Riyadh, Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr berkata, “Alangkah miripnya kata tadi malam dengan semalam. Sesungguhnya peristiwa pemboman dan perusakan di kota Riyadh dan senjata-senjata lain yang digunakan di kota Makkah maupun Madinah pada awal tahun ini (1424 H, sekitar tahun 2003) merupakan hasil rayuan setan yang berupa bentuk meremehkan atau berlebih-lebihan dalam beragama. Sejelek-jeleknya perbuatan yang dihiasi oleh setan adalah yang mengatakan bahwa pengeboman dan perusakan adalah bentuk jihad. Akal dan agama mana yang menyatakan membunuh jiwa, memerangi kaum muslimin, memerangi orang-orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin, membuat kekacauan, membuat wanita-wanita menjanda, menyebabkan anak-anak menjadi yatim, dan meluluhlantakkan bermacam bangunan sebagai jihad(?)”

Salah satu penyebab aksi pengeboman adalah adanya sifat ghuluw (berlebih - lebihan) dalam beragama. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَ الغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ

“Jauhilah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama karena penyebab hancurnya umat-umat sebelum kalian adalah karena ghuluw dalam beragama.” (HR. Al Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

9 Hakikat Ramadhan

1. Syahrul 'Ibadah (Bulan Ibadah)
Penamaan ini bukan berarti bulan yang lain bukan bulan ibadah. Dinamakan demikian kuantitas ibadah umat Islam pada bulan Ramadhan berlipat kali banyaknya dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.
Jadikan bulan ini untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan memperbanyak ibadah. Jangan lewatkan detik-detik Ramadhan tanpa nilai ibadah. Jika pada bulan-bulan lain kita masih jarang melaksanakan ibadah sunnah, di bulan ini kerjakan semuanya. Jika sebelumnya kita sudah biasa mengerjakan amalan sunnah, tambahkan.

2. Syahrul Qur'an (Bulan Al-Qur'an)
Disebut demikian karena Al-Qur'an diturunkan pertama kali pada bulan Ramadhan.
Firman Allah : (Al-Baqarah : 185)
Dan pada bulan ini umat islam dianjurkan membaca Al-Qur'an lebih banyak daripada biasanya, sebagimana dilakukan Rasulullah. Pada bulan Ramadhan, setiap malam Rasulullah tadarus Qur'an dengan dibimbing malaikat Jibril.

3. Syahrur Rahmah (Bulan Rahmat)
Pada bulan ini Allah menurunkan banyak rahmat. Siapa yang tidak mendapat rahmat pada bulan Ramadhan maka orang itu termasuk orang yang celaka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah meliputi kalian di dalam bulan tersebut, rahmat diturunkan, dosa-dosa dihapuskan, dan doa-doa dikabulkan. Allah melihat kalian semua berlomba-lomba di dalam bulan ini, maka Dia merasa bangga terhadap kalian dan para malaikat. Maka perlihatkanlah segala macam kebaikan diri kalian di hadapan Allah. Sebab orang yang celaka adalah orang yang terhalang mendapatkan rahmat Allah pada bulan tersebut." (Riwayat Ath-Thabrani)

4. Syahrul Mubarak (Bulan Keberkahan)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa seseungguhnya Rasulullah SAW bersabda : "Ketika datang bulan Ramadhan : Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, diwajibkan atas kamu untuk puasa, dalam bulan ini pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu." (HR. Ahmad, Nasai, dan Baihaqy)

5. Syahrul Maghfirah (Bulan Ampunan)
Allah sangat senang memberikan pengampunan kepada orang yang berpuasa, sebagaimana firman-Nya : (Al Ahzab : 35)
Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa puasa Ramadhan karena beriman dan penuh harap (pahal), maka diampuni dosanya yang telah lalu dan yang sekarang." (HR. Bukhari & Muslim)

6. Syahrut Tarbiyah (Bulan Pendidikan)
Disebut demikian karena pada bulan ini kaum beriman melakukan pendidikan terhadap seluruh dimensi kehidupannya, mulai dari nafsu, hati, fisik, ibadah, keluarga, masyarakat, ilmu, dan lain-lain. Di samping itu juga karena Al-Qur'an diturunkan di bulan ini, dan ayat yang pertama adalah iqra, yang menyuruh kita banyak membaca dan belajar.

7. Syahrul Jihad wal Falaah (Bulan Jihad dan Kemenangan)
Ini karena di bulan Ramadhan kita harus bermujahadah untuk melawan musuh yang paling berat yaitu hawa nafsu. Di samping itu juga karena dalam sejarah tercatat, kaum Muslimin banyak melakukan peperangan di bulan Ramadhan dan memperoleh kemenangan. Misalnya perang Badar dan penaklukan kota Makkah.

8. Syahrush Sabar (Bulan Kesabaran)
Rasululullah SAW bersabda : "Puasa itu separuh dari kesabaran." (HR. Tirmidzi).
Rasulullah juga bersabda : "Puasa itu perisai. Maka jika orang sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan ribut-ribut. Kalau ada orang lain yang mencaci-maki dan mengajak berkelahi, maka katakanlah kepadanya, 'Aku sedang berpuasa'." (HR. Bukhari & Muslim)

9. Syahrul-Judd (Bulan Kemurahan)
Setiap muslim dianjurkan memperbanyak bersedekah pada bulan Ramadhan, sebagaimana dianjurkan dan dilakukan Rasulullah.
Anas ra. Menyampaikan, ditanyakan kepada Rasulullah, "Sedekah manakah yang paling utama?" Jawab Rasulullah, "Sedekah di bulan Ramadhan." (HR. Tirmidzi).

Juan: Trio Inter Penting Untuk Brasil - Goal.com

Sistem Pendidikan Nasional

BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan

I.2 Pembahasan Masalah
Pada hakikatnya penulis mengarahkan Langkah-langkah yang dijadikan pokok permasalahan dalam pembuatan makalah ini agar sasaran yang hendak dicapai dapat terwujud. Pokok permasalahan tersebut yaitu Bagaimana cara untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pengembangan Kurikulum.

BAB II
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

2.1 Kelembagaan
2.1.1 Kelembagaan Pendidikan
Pendidikan nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar. Penyelenggaraan SISDIKNAS dilaksanakan melalui 2 jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah, disingkat PLS.
1) Jalur pendidikan sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi). Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah ada keseragaman pola yang bersifat nasional.
2) Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan seperti kursus-kursus di luar sekolah, yang sifatnya tidak formal.
3) Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan ke dalam bahan pengajaran (UU RI. No. 2 tahun 1989 Bab I, Pasal 1 ayat 5).
 Jenjang pendidikan dasar untuk memberikan bekal dasar, atau pendidikan pertama/setara sampai tamat
 Jenjang pendidikan menengah selamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau satuan pendidikan sederajat
 Jenjang pendidikan tinggi disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan Universitas.

2.1.2 Program Dan Pengelolaan Pendidikan
a. Jenis Program Pendidikan
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tatanannya (UU RI. No. 2 tahun 1989 Bab 1 ayat 4 No.2 Tahun 1989).
1) Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Pendidikan berfungsi untuk sebagaimana acuan umum bagi jenis pendidikan lainnya.
Yang termasuk pendidikan umum: SD, SMP, SMA dan Universitas.
2) Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu. Sperti bidang teknik tata boga, dan busana perhotelan, kerajinan, administrasi, perkantoran dan lain-lain lembaga pendidikannya seperti STM.
3) Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik/mental yang termasuk pendidikan luar biasa adalah SDLB untuk jenjang dasar, dan PLB untuk jenjang pendidikan menengah memiliki program khusus yaitu program untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan tuna grahita. Untuk pendidikan gurunya disediakan SGPIB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) setara dengan Diploma III
4) Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan pemerintah dan non departemen
5) Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik dalam melaksanakan peranan yang khusus dalam pengetahuan ajaran agama, yang terdiri dari tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi

b. Kurikulum Program Pendidikan
- Istilah kurikulum asal mulanya dari dunia olah raga pada zaman Yunani Kuno. Curir berarti “pelari” dan Curere artinya “tempat terpaku” Kurikulum kemudian diartikan “jarak yang harus ditempuh” oleh pelari (Nana Sujana, 1989: 4) berdasarkan arti yang terkandung kurikulum dalam pendidikan dianalogikan sebagai arena tempat peserta didik berlari untuk mencapai “finish” berupa ijazah, diploma, gelar (Zais, 1976 yang dikutip oleh Muhammad Ansyar dan Nurtain, 1992:7)
- Tujuan pendidikan nasional dinyatakan di dalam UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 3 (a) terwujudnya bangsa yang cerdas, (b) manusia yang utuh beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (c) budi pekerti luhur, (d) terampil dan berpengetahuan, (e) sehat jasmani dan rohani, (f) berkepribadian yang mantap dan mandiri, (g) bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Jadi tuntutan pendidikan nasional diberlakukan untuk semua satuan pendidikan, dari pendidikan pra sekolah, pendidikan tinggi, pendidikan pra sekolah dan pendidikan luar sekolah, pendidikan anak luar biasa, pendidikan kedinasan dan seterusnya.
Pasal 38 ayat 2 menyatakan: Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri. Pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dalam negeri.
- Untuk muatan lokal unit kecil lazimnya dimulai dari kurikulumnya sedangkan untuk muatan lokal untuk besar dimulai dari muatan lokalnya. Dapat digambarkan sebagai berikut:

c. Cara Merancang Pengajaran
Cara menjabarkan muatan lokal ke dalam bentuk rancangan pengajaran. Kegiatan ini sudah dimanfaatkan wawasan tentang pendekatan yang digunakan, strategi belajar, metode/teknik, sarana.
1. Faktor penghambat pelaksanaan muatan lokal
- Sifat di pelajaran lokal itu sendiri
- Segi ketenagaan
- Proses belajar mengajar
- Sistem ujian akhir dan ijazah yang diselenggarakan di sekolah
- Sarana penunjang bagi pelaksanaan muatan lokal
2. Faktor penunjang pelaksanaan muatan lokal
- Keinginan dari kebanyakan peserta didik untuk cepat memperoleh bekal dan pekerjaan apapun yang membawa hasil
- Sarana cukup banyak
- Ketenagaan yang bervariasi
- Materi muatan lokal yang sudah tercantum sebagai materi kurikulum dan sudah dilaksanakan secara rutin
- Media masa khususnya media komunikasi visual seperti TV, Radio

2.2 Pembaharuan Pendidikan
Sistem pendidikan selalu menghadapi tantangan baru, dengan serta merta timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru untuk menghadapi tantangan baru itu pendidikan berupaya melakukan pembaharuan dengan jalan menyempurnakan sistemnya.
Pembaharuan yang terjadi meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan, dan tenaga kependidikan
1. Pembaharuan pendidikan yang sangat mendasar ialah pembaharuan yang tertuju pada landasan yuridisnya karena landasan yuridis berhubungan dengan hal-hal yang bersifat mendasari semua kegiatan pelaksanaan pendidikan dan mengenai hal-hal yang penting seperti komponen struktur pendidikan, kurikulum, pengelolaan, pengawasan, ketenagaan.
2. Pembaharuan kurikulum yaitu sifatnya mempertahankan dan mengubah
3. Pembaharuan pola masa studi termasuk pendidikan yang meliputi pembaharuan jenjang dan jenis pendidikan serta lama waktu belajar pada suatu satuan pendidikan
4. Pembaharuan tenaga kependidikan adalah tenaga yang bertugas menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.

2.3 Dasar dan Aspek Legal Pembangunan Pendidikan Nasional
Berupa ketentuan-ketentuan yuridis yang sangat mendasar acuan serta mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan nasional seperti Pancasila, UUD 1945, GBHN, UU Organik Pendidikan Peraturan Pemerintah dan lain-lain. Sistem pendidikan nasional yang mempunyai misi mencerdaskan kehidupan bangsa
Program utama pembangunan pendidikan, yaitu:
a. Perjuangan dan penerapan kesempatan mengikuti pendidikan
b. Peningkatan mutu pendidikan
c. Peningkatan relevansi pendidikan
d. Pendidikan efisiensi dan efektivitas pendidikan
e. Pengembangan kebudayaan
f. Pembinaan generasi muda
Program pokok pembangunan pendidikan dinyatakan dalam GBHN memberi pedoman bagi upaya merealisasikan pasal 31 dan 32 UUD 1945, yakni bahwa:
 Tiap warga negara mendapat pengajaran
 Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional
 Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia
Untuk menyongsong laju pembangunan nasional maka upaya penyempurnaan UU Organik bidang pendidikan dilakukan terus dan sebagai hasilnya lahirlah UU RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sejumlah peraturan pemerintah yaitu pasal-pasal tertentu dari UU RI no. 2 tahun 1989 peraturan pemerintah, yaitu:
- PP No. 27 th 1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah
- PP No. 28 th 1990 tentang Pendidikan Dasar
- PP No. 29 th 1990 tentang Pendidikan Menengah
- PP No. 30 th 1990 tentang Pendidikan Tinggi
- PP No. 73 th 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah
- PP No. 38 th 1991 tentang Tenaga Kependidikan
- PP No. 39 th 1992 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan
Pendidikan nasional Indonesia memiliki cirri khas sehingga berbeda dengan sistem pendidikan nasional bangsa lain, tampak pada landasan, dasar penyelenggaraan dan perkembangannya. Landasan dan dasarnya menjiwai sistem pendidikan sedangkan pola penyelenggaraan dan perkembangannya memberikan warna coraknya. Penyelenggaraannya terwujud pada: jalur, jenjang dan jenis pendidikan berfungsi menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan, pengembangan sistem pendidikan nasional mesti berdasar kepada aspek legal.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Jadi sistem pendidikan nasional merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua suatu kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional dan diselenggarakan oleh pemerintah swasta di bawah tanggung jawab Menteri Dikbud dan Menteri lainnya.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan

3.2 Saran
Dewasa ini sistem pendidikan nasional selalu dianggap sepele padahal sangatlah penting. Peserta didik mengetahui cara dan bagaimana mengetahui tentang sistem pendidikan nasional. Jadi kita sebagai pelajar dan peserta didik harus tahu jenis, jalur, program sistem pendidikan nasional.


DAFTAR PUSTAKA

Center for Informatics office of Education an Cultural Research and Development Ministry of Education an Culture, (1990) Jakarta: education Indicator: Indonesia
Depdikbud (1989) UU RI No. 2 tahun 1982 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta; Balai Pustaka
Nana Sudjana, (1989). Pendidikan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: P2G Depdikbud
UUD P4 dan GBHN

ANALISIS FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN

A. Analisa Filsafat Dalam Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan, adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh lodge, yaitu bahwa: life is education, and education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan meberikan pengaruh pendidikan baginya.
Dalam artinya yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar- dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.

Bagaimanapun luas sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehiupan manusia. Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiannya, dalam membimbing, melatih,mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan cirri-ciri kemanusianya Dan pendidikan formal disekolah hanya bagian kecil saja daripadanya. Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitanya dengan proses pendidikan secara keseluruhannya .
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidkan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula.yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah pendidikan yang sederhan yang menyangkut praktyek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersipat mendasar dan mendalam, sehingga sehingga memerlikan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang rtidak mungkin terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, teta[I memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Berikut ini akan dikemukakan bebarapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya,antara lain:
1. Masalah kependidkan pertama dan yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia itu. Dan bagaimana hubungan anatara pendidkan dengan hidup dan kehidupan manusia.
2. Apakah pendidkan itu berguna untuk membawa kepribadian manusia, apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia itu, ataukah faktor–faktor yang berasal dari luar/ lingkungan dan pendidikan. Mengapa anak yang mempunyai potensi hereditas yang baik pula tidak mencapai kepribadian yang diharapkan: dan kenapa pula anak yang mempunyai potensi hereditas yang tidak baik, walaupun mendapatkan pendidkan dan lingkungan yang baik, tetap tidak berkembang.
3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu. Apakah pendidikan itu untuk individu, atau untuk kepentingan masyarakat. Apakah pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia ataukah untuk Pembinaan masyarakat.apakah pembinaan manusia itu semata-mata untuk dan demi kehidupan riel dan material di dunia ini, ataukah untuk kehidupan kelak diakhirat yang kekal ?
4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab terhadap pedidikan itu,dan sampai dimana tanggung jawab tersebut.bagaimana hubungan tanggung jawab antar keluarga, masyarakat, dan sekolah terhedap pendidikan, dan bagaimana tanggung jawab pendidikan tersebut setelah manusia dewasa,dan sebagainya.
5. Apkah hakikat pribdi manusia itu. Manakah yang lebih utama untuk dididik: akal, perasaan atau kemauannya, pendidikan jasmani atau pendidikan mentalnya, pendidikan skil ataukah intelektualnya ataukah kesemuannya itu.
6. Apakah isui kuriulum yang relavan dengan pendidikan yang ideal, dalam masyrakat.
7. Apakah isi kurikulum yang relaevan dengan pendidikan yang ideal, apakah kurikulum yang mengutamakan pembinaan kepribadian dan sekaligus kecakapan untuk memangku suatu jabatan dalam masyarakat, ataukah kurikulum yang luas dengan konsekusnsi yang kurang intensife,p ataukah deangan kurikulum yang terbatas tetapi intensif penguasaanya dan bersipat praktis pula.
8. Bagaimana metode pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentrlisasi, ataukah otonomi; apakah oleh Negara ataukah oleh swasta, dan sebagainya.)
9. Bagaimana asas penyelenggara pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi, ataukah otonomi; apakah oleh negara ataukah oleh swasta, dan sebagainya.)
Masalah-masalah tersebut, merupakan sebagian dari contoh–contoh problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan systemmatis, atau analisa filsapat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut,analisa filsafat mnggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahanya. Di antara pendekatan (approach) yang digunakan antara lain :
1. Pendekatan secara spekulatif, yang disebut juga sebagai cara pendekatan reflektif, berarti: memikirkan, mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan. Ini adalah teknik pendekatan dalam filsafat pada umumnya. Dengan teknik pendekatan ini, dimaksudkan adalah memikirkan, mempertimbangkan dan menggambarkan tentang sesuatu obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya. Masalah- masala kependidikan memang berhubungan dengan hal–hal yang harus diketahui hakikat yang sebenarnya, misalnya apakah hakikatnya mendidik dan pendidikan itu, hakikat manusia, hakikat hidup, masyarakat individu, kepribadian,kurikulum, kedewasaan dan sebagainya.
2. Pendekatan normatif, artinya nilai atau aturan dan ketentuan yang brlaku dan dijunjung tinggi dalam hidup dan kkehidupan manusia. Norma- norma tersebut juga merupakan masalah-masalah kependidikan, di samping dalam usaha dan proses pendidikan itu sendiri, sebagai bagai dari kehidupan manusia, juga tidak lepas dari ikatan norma- norma tertentu. Dengan teknik Pendekatan normatif, dimaksudkan adalah berusaha untuk memahami nilai-nilai noma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dan dalam proses pendidikan, dan bagaimana hubungan antara nilai-nilai dan norma-norma tersebut dengan pendidikan. Dengan demikian akan dapat dirumuskan petunjuk-petunjuk ke arah mana usaha pendidikan diarahkan.
3. Pedekatan analisa konsep Artinya pengertian, atau tangkapan seseorang terhadap sesuatu obyek. Setiap orang mempunyai pengertian atau tangkapan yang berbeda-beda mengenai yang sama, tergantung pada perhatian, keahlian dan kecenderungan masing-masing. Konsep seorang pedagang tentang kerbau misalnya, berada dengan konsep seorang seniman tentang kerbau yang sama,brbeda pula dengan konsep seorang petani, peternak,seoramg guru,seorang anak dan sebagainya. Dengan analisa konsep sebagai Pendekatan dalam pilsafat pendidijkan, dimaksudkan adalah usaha memahami konsep dari para ahli pendidikan, para pendidik dan orang-orang yang menaruh perhatian atau minat terhadap pendidikan, tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Misalnya konsep mereka tentang anak, tentang jiwa, masyarakat, sekolah, tentang berbagai hubungan (interaksi) yang bersipat pendidikan, serta nilai-nilai dan norma-norma yang berkaitan dengan proses pendidikan, dan segalanya .
4. Analisa ilmiah terhadap realitas kehidupan sekarang yang actual (scientific analysis of current life) Pendekatan ini sasaranya adalah masalah-masalah kependidikan yang actual, yang menjadi problema masa ini. Dengan menggunakan mtode-metode ilmiah, dapat didiskripsikan dan kemudian dipahami permasalahan – permasalahan yang hidup dan berkembang dalam masyrakat dan dalam proses pendidikan serta aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan.
Selanjutnya harry schofield,sebagaimana dikemukakan oleh imam barnadib dalam bukunya filsafat pendidikan, menekankan bahwa dalam analisa filsapat terhadap maslah-masalah pendidikan digunakan 2 macam Pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan filsafat histories dan
2. Pendekatan dengan menggunakan fisafat kritis.

Denagan Pendekatan filsafat histories (historiko filosofis), yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan- pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dan para ahlip filsafat sepanjang sejarah. Dalam sejarahny filsafat telah berkenbang dalam sistematika., jenis dan aliran –aliran filsafat yang tertentu. Oleh karna itu, kalau diajukan pertanyaan tentang berbagai masalah filosofis dalam bidang pendidikan, jawabanya melakat pada masing-masing system, jenis dan aliran filsapat tersebut. Dari sekian jawaban tersebut, kemudian dipilih jawaban mana yang sesuai dan dibutuhkan.
Adapun cara Pendekatan filsafat kritis, dimaksudkan dengan cara mengajukan pertanyaan-prtanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula, dengan menggunakan metode dan Pendekatan filosofis, selanjutnya schofild, mengemukakan ada dua cara analisa dalam Pendekatan filsafat kritis, yaitu
1. Analisa bahasa (lingualistik) dan
2. Analisa konsep
Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpetasi makna yang dimilikinya.
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mngenai istilah- istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan atau konsep.

B. FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN
Tidak semua masalah kependidikan dapat dipecahkan dengan mengunakan metode ilmiah semata-mata. Banyak diantara masalah- masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan- pertanyaan filosofis, yang memerlukan Pendekatan filosofis pula dalam memecahkannya. Analisa filsafat terhadap masalah- masalah kependidikan tersebut, dan atas dasar itu bisa disusun secara sistematis teori- teori pendidikan.disamping itu jawaban- jawaban yang telah dikemukakan oleh jenis dan aliran fisafat tertentu sepanjang sejarah terhadap problematika pendidikan yang dihadapinya, menunjukan pandangan- pandangan tertentu, yang tentunya juga akan memperkaya teori-teori pendidikan. Dengan demikian, terdapat hubungan fungsional antara filsafat dengan teori pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara legih rinci dapapt diuraukan sebagai berikut :
C. Filsafat, dalam rati analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara Pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori- teori pendidikannya, disamping menggunakan metode- metode ilmiah lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagi pandangan tertentu terhadap sesuatu obyek, misalnya filsafat idelisme, realisme, materialisme dan sebaginya, akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori- teori pendidikan yang dikembangkannya. Aliran filsafat tertentu terhadap teori- teori pendidikan yang di kembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut. Dengan kata lain, teori- teori dan pandangan- pandangan filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh pandangan dan airan filsafat yang dianutnya.
D. Filsafat, juga berpungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
E. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik).
Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saifullah dalam bukunya “Antara Filsafat dan Pendidikan”, sebagai berikut :
a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikannya.
b. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan Negara.
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan yaitu, filsafat pendidikan dan system atau teori pendidikan, dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu “supplemen” terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar di bidang studi tertentu”.

PENDIDIKAN AGAMA DI LINGKUNGAN KELUARGA

A.Arti dan pentingnya pendidikan agama di lingkungan keluarga
1.Arti Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
Pada prinsipnya pendidikan agama yang dilaksanakan di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga itu sama saja, hanya sistem pendidikan dan pengajarannya yang berbeda, kalau di lingkungan sekolah menggunakan sistem pendidikan persekolahan yang segalanya serba formal, sedang di lingkungan masyarakat dan keluarga menggunakan sistem pendidikan yang ada di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja. Oleh karena itu proses belajar bagi seseorang itu menjadi life long process.1
Dengan dasar di atas, maka arti pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut:
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan di mana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkatan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.2
Selanjutnya Philips H. Combs, mengungkapkan bahwa:
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formil. baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar.3
Untuk memperoleh pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga maka akan penulis kemukakan pendapat; Drs. H. M. Arifin M.Ed sebagai berikut:
Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dalam uraian selanjutnya kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.4
Dengan memperhatikan serangkaian pendapat-pendapat tentang pendidikan luar sekolah dan pendidikan Agama Islam dapat ditarik kesimpulan tentang pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga sebagai berikut; interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga.
Dalam pelaksanaannya, maka proses pendidikan Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya.
Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Bimbingan yang dimaksud bisa dalam berbagai bentuk dan interaksi kehidupan sehari-hari antara anak dengan orang dewasa, hanya interaksi tersebut selalu dilandasi dengan interaksi edukatif ke arah pendidikan agama, bahkan kalau mungkin berusaha menciptakan suasana kehidupan beragama di lingkungan keluarga
Sekali lagi bahwa yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam di lingkungan keluarga itu merupakan pemberian sejumlah pengetahuan keagamaan dengan berbagai teori keagamaan, akan lebih ditekankan pada praktek hidup sehari-hari di lingkungan keluarga itu dilandasi dengan ajaran agama, sehingga hasilnya pendidikan agama itu sendiri akan betul-betul melekat dalam pribadi anak.

2.Pentingnya Pendidikan Agama di Lingkungan keluarga
Untuk memperoleh jawaban apakah penting pendidikan agama di lingkungan keluarga? Dan dalam hal apakah pentingnya pendidikan agama di lingkungan keluarga?
Untuk menjawabnya, maka akan penulis kutip pendapat Umar Hasyim berikut ini:
….. Sejak kecil anak-anak seharusnya telah menerima didikan agama. Sejak anak dalam kandungan, setelah lahir hingga dewasa, masih perlu kita bimbing. Dan menurut hasil penelitian ilmu pengetahuan modern mengatakan bahwa yang dominan membentuk jiwa manusia adalah lingkungan, dan lingkungan pertama yang dialami oleh sang anak adalah asuhan Ibu dan ayah.
Disinilah pula pentingnya mengapa mendidik anak dimulai sejak dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya.5
Dan pendapat Drs. Noor Syam, berikut ini:
Kelahiran dan kehadiran seorang anak dalam keluarga secara ilmiah memberikan adanya tanggung jawab dari pihak orang tua. Tanggung jawab ini didasarkan atas motivasi cinta kasih, yang pada hakekatnya juga dijiwai oleh tanggung jawab moral. Secara sadar orang tua mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai ia mampu berdikari sendiri (dewasa) baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun moral. Sedikitnya orang tua meletakan dasar-dasar untuk mandiri itu.6
Selanjutnya ia mengatakan bahwa:
Dorongan / motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.7
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam kutipan selanjutnya, yaitu dari Drs. Noor Syam di sana ditekankan bahwa pentingnya pendidikan orang tua terhadap anak di lingkungan keluarga itu karena didorong oleh beberapa kewajiban, kewajiban moral, kewajiban sosial dan oleh dorongan cinta kasih dari seseorang terhadap keturunannya.
Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

B.Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga
Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.
Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama. Sebagaimana firman Allah dalam surat At Tahrim, ayat enam sebagai berikut:

يَأيُّهَاالّذِيْنَ أمَنُوْا قُوْاأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًاوَّقُودُهَاالنَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ عَلَيْهَامَلئِكَةٌ غِلاَ ذٌاشِدَادٌلاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُنَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya Malaikat-Malaikat yang keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkannya.8

Juga surat An-Nisa, ayat 9 berikut ini:
وَيَخْسَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْامِنْ خَلْفِهِمْ دُرِّيَّةً ضِعَافًاخَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوْاللهَ وَاْليَقُوْلُوْاقَوْلاً شَدِيْدًا.
Artinya:
“Dan hendaklah mereka takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan mereka keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”9

Dan hadits Rasulullah saw, sebagai berikut:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِسَّانِهِ.
Artinya:
“Dari Abu Huraerah radhiallahu anha, sesungguhnya Rasulullah saw, bersabda: “Tiada seorang anak pun dilahirkan, melainkan dilahirkan dalam atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (Hadits Riwayat Bukhory).10
Dari ayat-ayat di atas, yang diikuti oleh sabda Rasulullah saw, memberikan isyarat bahwa ibu dan bapak mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka baik dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar yang sedang dialaminya di lingkungan sekolah maupun dalam upaya memberikan kesiapan untuk menghadapi pendidikan di sekolah atau sebagai upaya sosialisasi terhadap anak-anak, sehingga masyarakat yang berguna dan mampu menyesuaikan diri.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik. Dan menjinakan kecenderungan ke arah yang jahat.
Drs. H. M. Arifin, E. Ed. Mengatakan bahwa:
Suatu pengaruh pendidikan yang paling pundamental dan fungsional dalam pribadi, bilamana pengaruh tersebut ditanamkan dalam pribadi anak yang masih berada pada awal perkembangannya. Pengaruh tersebut akan menjadi benih utama yang dapat berpengaruh dalam perkembangannya lebih lanjut. Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan kemampuan11
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1.Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2.Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3.Karena dorongan moral
4.Karena dorongan kewajiban agamis
Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga itu penting sekali artinya dengan berorientasi kepada firman Allah SWT dalam surat Al Luqman ayat 12 s/d 19, sebab pendidikan di lingkungan keluarga itu adalah pendidikan pertama dan yang utama, bisa memberi warna dan corak kepribadian anak seandainya orang tua tidak menyempatkan diri untuk mendidik anak-anaknya di keluarga sehingga terabai begitu saja karena kesibukan orang tua. Maka hal ini akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap perkembangan dan pendidikan anak
Demikianlah makalah ini penulis akhiri mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca kritik dan saran yang membangun yang sangat diharapkan penulis dari semua pihak.

ALAT-ALAT DALAM PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Metode Dan Alat Pendidikan Islam
Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui idan “hodos” yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa arab metode disebut “Tariqah” artinya jalan, cara, sitem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengtur suatu cita-cita
Sedangkan pendidikan Islam yaitu bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak yang masih dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-norma Islami agar berbentuk kepribadian menjadi kepribadian muslim.

Selanjutnya yang disebut metode pendidikan Islam disini adalah jalan, atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim.
Alat pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan demikian maka alat ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di dalamnya metode pendidikan Islam.
Metode dan alat pendidikan Islam yaitu cara dan segala apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak dalam masa pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia berkepribadian muslim yang diridai oleh Allah. Oleh karena itu metode dan alat pendidikan ini harus searah dengan Al-Qur'an dan As-Sunah atau dengan kata lain tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan A-Sunah.

2. Pentingnya Metode Dan Alat Pendidikan Islam
Metode dan alat pendidikan Islam mempunyai peranan penting sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju kepada tujuan pendidikan Islam yang terbentuknya kepribadian muslim.
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam ini dipengaruhi oleh seluruh faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan Islam ini. Apabila timbul permasalahan di dalam Pendidikan Islam, maka kita harus dapat mengklasifikasikan masalah yang kita hadapi itu ke dalam faktor-faktor yang ada. Apabila seluruh faktor telah dipandang baik terkecuali faktor metode alat ini, maka kitapun harus pandai memperinci dan mengklasifikasikan ke dalam klasifikasi masalah metode pendidikan yang lebih kecil dan terperinci lagi. Misalnya dalam segi apa dari masalah metode dan/atau alat apa? Memang masalah metode ini sangat penting, karena itulah Rasulullah mengajarkan kemampuan dan perkembangan anak didik.
Rasulullah SAW bersabda:
نَحْنُ مَعَاشِرَاْلأَنْبِيَاءِأُمِرْنَاأَنْ أَنْزَلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ وَنُكَلِّمَهُمْ عَلَى قَدْرِعُقُوْلِهِمْ. (الحديث)
Artinya:
“Kami para Nabi, diperintahkan untuk menempatkan seseorang pada posisinya, berbicara kepada mereka sesuai dengan kemampuan akalnya.”
(Al-Hadits)
Dari Hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan dalam menyampaikan materi dan bahan pendidikan Islam kepada anak didik harus benar-benar disesuikan dengan keadaan dan kemampuan anak didik. Kita tidak boleh mementingkan materi atau bahan dengan mengorbankan anak didik. Sebaliknya, kita harus mengusahakan dengan jalan menyusun materi tersebut sedemikian rupa sesuai dengan taraf kemampuan anak, tetapi dengan cara serta gaya yang menarik.

3. Jenis-Jenis Metode Dan Alat Pendidikan Islam
Apabila umat Islam mau memperlajari pelaksanaan pendidikan Islam sejak jaman silam sampai sekarang ternyata para pendidik itu telah mempergunakan metode pendidikan Islam yang bermacam-macam, walaupun diakui metode yang digunakan ada kekurangannya.
Pada dasarnya Islam tidak menggariskan secara jelas mengenai metode pendidikan Islam ini, hal ini diserahkan kepada kaum muslimin untuk memilih metode mana yang cocok dan yang tepat untuk digunakan.
Islam menjelaskan bahwa ajaran dalam kitab suci ada dua macam yaitu yang sudah jelas nashnya dan belum jelas apa yang dimaksdu nash tersebut. Terhadap nash yang sudah jelas, maka umat Islam tinggal melaksanakannya. Sedangkan yang belum jelas maksudnya, manusia diperintahkan untuk mengkaji, meneliti dan berusaha untuk memecahkannya. Berkenaan dengan masalah itu Rasulullah SAW. Bersabda” Jika ada urusan agamamu, serahkanlah ia kepadaku. Jika ada urusan keduniaanmu, maka kamu lebih mengetahui akan urusan duniamu itu.” Berbagai macam ilmu sperti antropologi, psikologi, botani, ilmu kimia, kedokteran, teknologi, pendidikan dan lain sebagainya, adalah merupakan scientific yang dimiliki dan dikembangkan manusia. Kesemuanya menjadi wewenang manusia untuk mendalami, mengembangkan bahkan menemukan hal-hal baru yang selama ini belum ada tetapi yang perlu diingat agar pertemuan baru tersebut tidak boleh bertentangan dengan sumber pokok ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan Hadits Rasul.
Prinsip-prinsip lain yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangan atau penggalian kesejahteraan hidup manusia di dunia yaitu sabda Rasul:
يَسِّرَاوَلاَتُعَسِّرَاوَلاَتُنَفِّرَا وَتَطَا وَعَاوَلاَتَخْتَلِفَ.


Artinya:
“Mudahkanlah, janganlah engkau persulit, berilah kabar-kabar yang menggembirakan dan jangan sekali-kali engkau memberikan kabar yang menyusahkan sehingga mereka lari menjauhkan diri darimu, saling taatlah kamu dan jangan berselisih yang dapat merenggangkan kamu.”
(Al-Hadits)

Dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan untuk kesejahteraan hidup manusia termasuk di dalamnya penyelenggaraan (metode) pendidikan Islam mendasarkan kepada prinsip:
a. Memudahkan dan tidak mempersulit
b. Menggembirakan dan tidak menyusahkan
c. Dalam memutuskan sesuatu hendaknya selalu memiliki kesatuan pandangan dan tidak berselisih paham yang dapat membawa pertentangan bahkan pertengkaran
Dalam suatu Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad Abu Daud, Tirmizi dan lain-lain dan Muaz disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyambut gembira terhadap sikap sahabatnya (Muaz) sewaktu beliau memanggil untuk diutus sebagai qadli ke Yaman. Rasulullah bersabda: “Kalau tidak kamu dapati baik dalam kitabullah maupun sunah Rasul?”
Muaz menjawab “Saya akan berijtihad (berusaha) dengan pikiran saya”. maka Rasulullah menepuk dada (karena girang) sambil berkata “Alhamdulillah, Tuhan telah memberi petunjuk utusan Tuhan kepada apa yang ridhoi Rasulullah).”
Dalam Al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat 2 dikatakan:
فَاعْتَبِرُوْايَآأُولىِ اْلأَبْصَارِ (الحشر : 2)
Artinya:
“Maka ambilah itibar (pelajaran) wahai orang – orang yang mempunyai pandangan.”
Islam menganjurkan kepada umatnya agar mempunyai pandangan luas. Melihat dan menerima pendapat atau ilmu dari siapapun asalkan ilmu tersebut mendatangkan keuntungan dan kemanfaatan bagi kehidupan manusia dan ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
اُطْلُبِ العِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ



Artinya:
“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”
Kita semuanya mengetahui bahwa negara RRC, mayoritas adalah komunis walaupun diakui pula bahwa di daerah itu terdapat warga negara yang beragama Islam berjumlah + 80.000.000 jiwa dari jumlah seuruhnya yang berjumlah 800 juta jiwa. Tetapi dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam selalu menuntut umatnya untuk menuntut ilmu tanpa harus dibatasinya oleh agama, daerah dan subjek ilmu yang dipelajari.
Dari kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh umat Islam selama ini terutama di bidang pendidikan Islam ternyata mereka telah melaksanakan berbagai kegiatan antara lain:

a. Mendidik Dengan Cara Memberikan Kebebasan Kepada Anak Didik Sesuai Dengan Kebutuhan
Tindakan ini dilakukan berkat adanya sabda Nabi Muhammad SAW:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍاِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ .... (رواه مسلم )
Artinya:
“Tidak seorangpun yang dilahirkan kecuali menurut fitrahnya.”
(HR Muslim)
Pemberian kebebasan itu tentunya mutlak (tidak terbatas) melainkan dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebab anak adalah masih dalam proses pertumbuhan dan belum memiliki kepribadian yang kuat, ia belum dapat memilih sendiri terhadap masalah yang dihadapi, karena ini memerlukan petunjuk guna memilih alternatif dari beberapa alaternatif yang ada.
Rasulullah SAW, bersabda:
مُرُواالصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَ ابَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَإِذَابَلَغَ عَشَرَ سِـنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya:
“Suruhlah anak-anakmu bersembahyang apabila ia telah berumur tujuh tahun dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun ia meninggalkan sembahyang itu maka pukul ia.”
(HR. Tirmizi)
Dari Hadits tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua (pendidik) harus dapat bersikap tegas sesuai dengan kebutuhan, yaitu bilamana kebebasan yang diberikan itu disalahgunakan seperti ia berbuat semaunya sendiri, sampai-sampai ia meninggalkan salat, maka pendidik harus berusaha keras untuk meluruskan perbuatan salat itu, jika diperlukan ia diperbolehkan memukul anaknya.
Cara mendidik demikian disebut:
طَرِيْقَةُ الدِّ مُقْرَاطِيَّةِ الضَّعِيْفِيَّةِ
Artinya:
“Metode pendidikan demokrasi yang luwes.”
Metode pendidikan ini menuntut kepada pendidik sekali waktu membiarkan anak didiknya untuk berkembang sesuai dengan fitrahnya, sekali waktu menguasai, mengawasi dan membatasi anak agar tidak terjerumus kepada perbuatan salah dan sekali waktu pula berada di tengah-tengah anak didik agar dapat memacu, menimbulkan semangat beramal, berlomba-lomba dalam mencari kebajikan.

b. Mendidik Anak Dengan Pendekatan Perasaan Dan Akal Pikiran
Setiap orang cinta dan sayang kepada anak keturunanya dan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi orang yang baik dan berguna.
Karena itulah maka para Nabi dari zaman ke zaman selalu berdoa agar mereka dikaruniai anak yang saleh dan dapat melanjutkan perjuangannya.
Nabi Ibrahim As. Berdoa:
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ (الصافات : 100)
Artinya:
“Ya Tuhanku! Anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”
(QS. As-Saffat: 100)
Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Tuhan kepada ibu bapak. Setiap amanah haruslah dijaga dan dipelihara, dan setiap pemeliharaan mengandung unsur kewajiban dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan yang telah dilakukannya.
Hakikat dan fungsi amanah tentang pemeliharaan anak itu mengandung arti dan nilai yang lebih jauh lebih luas daripada amanah-amanah yang lainnya. Sebab di dalamnya terjalin dan melekat secara langsung kepentingan manusia, baik dilihat dari segi biologis maupun dari segi sosiologis.
Setiap orang tua, terbawa oleh pertalian darah dan turunan (biologis) dipertautkan oleh satu ikatan atau (unsur) yang paling erat dengan anaknya, yang tidak terdapat pada hubungan-hubungan yang lain. Hubungan itu disebut naluri (instink)
Tiap-tiap orang tua mempunyai naluri cinta dan kasih kepada anaknya. Cinta dan kasih itu adalah sedemikian rupa sehingga setiap orang tua dengan rela mengorbankan segala apa yang ada pada mereka untuk kepentingan anaknya.
Dilihat dari sudut sosiologisnya, orang tua berusaha supaya anaknya menjadi orang baik dalam masyarakat, dapat memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan mendatangkan manfaat kepada orang lain
Untuk menuntun anak agar tumbuh dan berkembang sebagaimana tersebut di atas, maka pendekatan yang dilakukan ialah dengan jalur akal emosi/perasaan.
Demikian pula pendidikan terhadap anak, baik dalam pendidikan formal, informal maupun non formal pendekatan yang lebih mengena dan lebih tepat yaitu secara akal dan perasaan. Metode pendidikan demikian itu di dalam bahasa arab disebut:
طَرِيْقَةُ اْلعِلْمِيَّةِ الشُّعُوْرِيَّةِ
Artinya:
Metode pendekatan yang mencakup akal. Dan perasaan secara sekaligus
Metode pendidikan ini menekankan segi pikiran yang tajam dan perasaan yang halus.

c. Mendidik Anaka Secara Informal
Islam memerintahkan kepada umatnya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi manusia yang saleh, taqwa kepada Allah dan hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Rasulullah bersabda:
اَلْزِمُوْاأَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُوْاأَدَبَهُمْ
Artinya:
“Perhatikanlah anak-anak kamu dan bentuklah budi pekertinya sebaik-baiknya.”
Allah berfirman:
يَآأَيُّهَاالًّذِيْنَ آمَنُوْاقُوْآأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِكُمْ نَارًاوَّقُوْدُهَاالنَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ... (التحريم: 6)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman : Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu……”
(OS. Attahrim: 6)
Pendidikan di dalam keluarga umumnya dilakukan secar informal yaitu pendidikan yang telah menggunakan perencanaan, kurikulum, jam pelajaran dan lain-lain, tetapi kesemuanya dilakukan dengan santai tanpa dibatasi oleh tempat maupun waktu, namun diharapkan keberhasilan pendidikan sesuai dengan yang dicita-citakan. Pada saat-saat tertentu metode ini sangat baik digunakan.



d. Mendidik Anak Secara Formal
Sejak permulaan perkembangan Islam, umat Islam telah menyelenggarakan pendidikan formal. Rasulullah sendiri seringkali mengajarkan wahyu yang diterimanya dari Allah (lewat malaikat Jibril) kepada para sahabat di rumah Arqam ibnu Arqam.
Pada waktu perang Badar ada beberapa orang musuh (kaum Quraisy) yang tertawan oleh kaum muslimin. Di antara tawanan itu banyak yang pandai membaca dan menulis. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada tawanan yang pandai tulis baca untuk menebus dirinya dengan mengajarkan tulis baca kepada 10 orang anak-anak Madinah. Setelah anak-anak itu pandai membaca dan menulis, mereka dibebaskan sebagai tawanan dan kembali ke negerinya. Sesudah itu umat Islam mengambangkan pendidikan formal dalam berbagai tingkat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak kaum muslimin. Dengan pendidikan formal ini membawa keuntungan yang sangat besar, sebab pendidikan menjadi lebih baik, sebab sasaran, materi yang diberikan dan tujuan yang hendak dicapai jelas. Dewasa ini pendidikan sudah semakin berkembang dan meluas baik dilaksanakn dengan sistem madrasah (klasikal) seperti madrasah. Madarasah Diniyah atau non klasikal (non madrasah) seperti pesantren. Dan lain sebaginya.
Ustadz Muhammad Said Ramadhan Al-Buwythi dalam bukunya yang berjudul Al-Manhajut tarbawi farid Fil quran, menyatakan bahwa ada 3 macam asas dasar yang dipakai Al-Qur'an untuk menamkan pendidikan, yaitu:
1. Mahkamah aqliyah, mengetuk akal pikiran untuk memecahkan segala sesuatu. Di dalam tingkat ini Al-Qur'an menyadarkan setiap akal manusia untuk memikirkan asal usul dirinya, mulai dari awal kejadiannya, kemudian perkembangannya baik fisik maupunn akal dan ilmunya ataupun mental spriritual. Sesudah itu dibawanya ke alam cakrawala yang luas terbentang ini, yang semuanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat diikuti oleh orang-orang awam dan dapat dijadikan bahan penyelidikan secara ilmiah oleh para sarjana
Berhakim kepada akal dan ilmu, dengan menggunakan akal itu disebut dalam Al-Qur'an sampai 29 kali, pikiran 18x, ingatan (zikir) sampai 267x, pemikiran yang mendalam (fih) 20x dan ilmu sampai 800 x (termasuk khusus kata-kata ilmu 105x), sehingga berjumlah: 1.154 x, menurut manusia berhukum kepada akal dan ilmunya.
2. Al-Qisas Wat Tarikh, menggunakan cerita-cerita dan pengetahuan sejarah. Dengan mengemukakan berbagai cerita/peristiwa, dan membuka lembaran-lembaran sejarah di masa lampau, Tuhan mengajak manusia supaya bercermin kepada fakta dan data di masa dahulu itu untuk melihat dirinya, berbagai cerita yang disebut oleh Al-Qur'an menghidupkan sejarah-sejarah lama untuk memberanikan hat manusia untuk jaman yang dihadapnya dan masa-masa depan terbentang untuk diisi dengan pendidikan kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Menemph jalan ini, yaitu cerita dan sejarah, lebih mudah meresapkan kepada anak mereka.

3. Al-Isarah Al Widaniyah memberikan perangsang kepada perasaan-perasaan. Membangkitkan rangsangan perasaan –perasaan, adalah jalan yang terpendek untuk menanamkan suatu karakter kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Dan perasaan-perasaan itu terbagi kepada:
a) Peraaan pendorong, yaitu rasa gembira, harapan harat yang benar dan seumpamanya;
b) Peraaan penahan, yaitu rasa takut (berbuat kejahatan), rasa sedih (berbuat kedzaliman) dan seumpamanya dan
c) Perasdaan kekaguman, yaitu rasa hormat dan kagum, rasa cinta, rasa bakti dan pengabdian, dan lain sebagainya
Memberikan perangsang terhadap perasaan-perasaan ini menurut tempat dan waktunya yang tepat, menimbulkan kesan yang mendalam kepada anak-anak/pemuda-pemuda yang kita didik. Sebab itu sebagai Pendidik Tertinggi maka Tuhan menyebutkan dalam Surat Al-Fatah ayat 8 bahwa Nabi Muhammad adalah memiliki sifat utama, yaitu:
a) Syahidan (penggerak perasaan-perasaan)
b) Mubasysiran (pembaa berita gembira), dan
c) Naziran (pembawa peringatan untuk menahan dari kejahatan)
Menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut tarbiyah islamiyah menyatakan bahwa teknik atau metode pendidikan Islam itu ada 8 diataranya
1. Pendidkan melalui keteladanan
2. Pendidkan melalui nasihat
3. Pendidkan melalui hukuman
4. Pendidkan melalui cerita
5. Pendidkan melalui kebiasaan
6. Pendidkan melalui kekuatan
7. Pendidkan melalui kekosongan
8. Pendidkan melalui cerita cerita

KEADAAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Telah kita ketahui bahwa usha pendidikan Islam sama tujuannya dengan Islam itu sendiri, dan pendidikan Islam tidak terlepas dari sejarah Islam pada umumnya. Karena itulah, periodesasi sejarah pendidikan Islam berada dalam periode-periode sejarah Islam itu sendiri.
Pendidikan Islam tersebut pada dasarnya dilaksanakan dalam upaya menyahuti kehendak umat Islam pada masa itu dan pada masa yang akan datang yang dianggap sebagai kebutuhan hidup (need of life). Usaha yang dimiliki, apabila kita teliti atau perhatikan lebih mendalam, merupakan upaya untuk melaksanakan isi kandungan Al-Qur'an terutama yang tertuang pada surat Al-Alaq: 1-5. Sebagimana hanya Islam yang mula-mula diterima Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat jibril di gua Hira. Ini merupakan salah satu contoh dari opersionalisasi penyampaian dari pendidikan tersebut.

Prof. Dr. Harudn Nasution, secara garis besar membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode, yaitu perode klasik, pertengahan, dan modern.
Selanjutnya, pembahasan tentang lintasan atau periode sejarah pendidikan Islam mengikuti penahapan perkembangan sebagai berikut:
1. Periode pembinaan pendidikan Islam, berlangsung pada masa nab Muhammad SAW. Selama lebih kurang dari 23 tahun, yaitu sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai tanda kerasulannya sampai wafat.
2. Periode pertubuhan pendidikan, berlangsung sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Sampai dengan akhir kekuasaan Bani Umaiyah, yang diwarnai oleh penyebaran Islam ke dalam lingkungan budaya bangsa di luar bangsa Arab dan perkembangannya ilmu-ilmu naqli
3. Periode kejayaan pendidikan Islam, berlangsung sejak permulaan Daulah bani Abbasiyah sampai dengan jatuhnya kota Bagdad yang diwarnai oleh perkembangan secara pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam serta mencapai puncak kejayaannya.
4. Tahap kemuduran pendidikan berlangsung sejak jatuhnya kota Bagdad sampai dengan jatuhnya Mesir oleh Napoleon sekirat abad ke-18 M. yang ditandai oleh lemahnya kebudayaan Islam berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban manusia ke dunia Barat.
5. Tahap pembaharuan pendidikan Islam, berlangsungnya sejak pendudukan Mesir Oleh Napoleon pada akhir abad ke-18 M. sampai sekarang, yang di tandai oleh masuknya unsur-unsur budaya dan pendidikan modern dari dunia Barat ke dunia Islam.
Sementara itu, kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir dan tumbuh serta berkembang bersamaan dengan masuk dan berkembangnya islam di Indonesia. Sesungguhnya kegiatan pendidikan Islam tersebut merupakan pengalaman dan pengetahuan yang penting bagi kelangsungan perkembangan Islam dan umat Islam, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolak ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan perananya dalam berbagai aspek sosial, politik, budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan Islam di Indonesia dengan periodisasinya, baik dalam pemikiran, isi, maupun pertumbuhan oraganisasi dan kelembagaannya tidak mungkin dilepaskan dari fase-fase yang dilaluinya.
Fase-fase tersebut secara periodisasi dapat dibagi menjadi;
1. Periode masuknya Islam ke Indonesia
2. Periode pengembangan dengan melalui proses adaptasi
3. Periode kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam (proses politik)
4. Periode penjajahan Belanda (1619 – 1942)
5. Periode penjajahan Jepang (1942 – 1945)
6. Periode kemerdekaan I Orde lama (1945 – 1965)
7. Periode kemerdekaan II Orde Baru/Pembangunan (1966- sekarang)

HUBUNGAN AGAMA DENGAN MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Hubungan Manusia Dengan Agama”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Agama
2. Konsepsi Agama
3. Hubungan Agama Dan Manusia
4. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial

C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian agama
2. Untuk mengetahui Konsepsi agama
3. Untuk mengetahui Hubungan agama dengan manusia
4. Untuk mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia

D. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan makalah ini menggunakan motede heuristic. Metode yaitu proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber dalam melakukan kegiatan penelitian. Metode ini dipilih karena pada hakekatnya sesuai dengan kegiatan penyusunan dan penulisan yang hendak dilakukan. Selain itu, penyusunan juga menggunakan studi literatur sebagai teknik pendekatan dalam proses penyusunannya.

E. Sestimatika Penulisan
Sistematika penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut :
Bagaian kesatu adalah pendahuluan. Dalam bagian ini penyusun memeparkan beberapa Pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalah utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang masalah batasan, dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan dan sistematika penulisan makalah.
Bagian Kedua yaitu pembahasan. Pada bagian ini merupakan bagaian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunan makalah. Penyususn berusaha untuk mendeskripsikan berbagai temuan yang berhasil ditemukan dari hasil pencarian sumber/bahan.
Bagian ketiga yaitu Kesimpulan. Pada Kesempatan ini penyusun berusaha untuk mengemukakan terhadap semua permasalahan-permasalahan yang dikemukakan oleh penyusun dalam perumusan masalah.


BAB II
HUBUNGAN MANUSIA DAN AGAMA

A. Pengertian Agama
Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965).
Dari sudut sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensi-konvensi dan praktek-praktek secara sosial telah mantap selama genarasi demi generasi.
Sedangkan menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor antara lain :
a. Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini.
Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia ini dan di akhirat kelak.

B. Konsepsi Agama
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Bakoroh 208, Allah berfirman :
يايها الدين امنواادخلوا فى السلم كافة ولاتتبعوا خطوت الشيطن انه لكم عد ومبين
Artinya : Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu kedalam islam secara utuh, keseluruhan (jangan sebagian-sebagaian) dan jangan kamu mengikuti langkah setan, sesunggungnya setan itu musuh yang nyata bagimu.
Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti adab masuk WC) samapi kepada masalah-masalah komplek (mengurus Negara). Beliu telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan kapanpun beliu adalah orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah mahdlah (habluminallah) dan ghair mahdlah (hablumminanas).
Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, zdikir, dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia beliu menampilkan sosok pribadi yang sangat agung dan mulia.
Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
Diantara umat islam masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai dengan nila-nilai islam sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh-contoh ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam mempedomani islam sebagai agamanya.

C. Hubungan Agama Dan Manusia
Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi nilai-nilai keimanannya.
Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :
1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film yang berbau porno.
2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat.
3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama.
4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu sendiri.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi). Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.

D. Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat.
Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak tersebut.
Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan faktor-faktor penyebab maraknya akhlak yang buruk.


BAB III
KESIMPULAN

Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan.
Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW.
Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).
Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad,. Ilmu Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta. 1968.
Bakar Atjeh, Abu. Mutiara Akhlak 1, Bulan Bintang, Jakarta.1968.
Hasan, Ali H.M. Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelambagaan Agama Islam. 1994/1995.
Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.. Psikologi Belajar Agama. Pustaka Bani Qurais. Bandung. 2003.
Diberdayakan oleh Blogger.